1. Etika mengambil gambar/foto di ruang publik berbeda-beda di tiap
kawasan, tempat atau negara. Sebagai gambaran, kita (di Indonesia) bisa
dengan nyaman memotret anak-anak di pinggiran kampung atau dimana saja
saat mereka bermain. Tapi jgn harap bisa semudah ini di Australia,
mereka punya undang-undang yg tegas tentang perlindungan anak, maka
memotret mereka lagi bermain sekalipun, tanpa ijin orang tuanya akan
membawa kita ke panjara. Dianggap eksploitasi anak he..he..he..gawat
kan?
2. Lalu bagaimana di negara kita? Seperti
aku bilang td, kita relatif mudah untuk mendekati, meminta ijin dan
memotret. Bahkan sebagian masyarakat kita cuek dan senang saja saat
diambil gambarnya, dalam jarak dekat sekalipun. Contoh, di Busway
-jakarta, aku memotret pakai HP, sangat dekat dengan obyek, gak ada
masalah sementara ini he.he.)
3. Lantas
etikanya gimana? Sebaiknya, dimanapun kita mau motret, apalagi obyeknya
adalah manusia, mintalah ijin dahulu, dekati dengan ramah, buat mereka
dalam kondisi nyaman dan tidak asing dg kita (fotografer). 90 persen
orang akan dg senang hati menerima kedatangan kita saat diajak bicara
dahulu, pahami kondisi mereka, apalagi mereka kita ajak bicara ttg
dirinya, pasti suka. Nah, baru kita sampaikan maksud kita.
Namun untuk beberapa kondisi, fotojurnalis (spt saya) boleh saja mengambil gambar langsung (seperti penumpang angkot itu)
untuk mendapatkan momen yg natural seperti km bilang. Tapi jgn lupa
bicarakan maksud kita usai motret. Ini yg aku lakukan, menyapa beberapa
penumpang itu, seperti tanya nama, umur, pekerjaan keluarga, sampai hal
remeh-temeh lainnya. Dan ketika mereka tanya buat apa foto?, katakan dg
benar apa adanya. Misal untuk sekedar belajar, atau kepentingan
pemberitaan yang baik. Jika mereka paham kita lega, namun jika mereka
keberatan, jgn coba-coba mempublish secara umum.
Selain tidak menghormati privacy, mereka juga bisa menuntut kita kok.
4.
Perkantoran dan mall sering dianggap sebagai ruang publik. Padahal
tidak, mereka ibarat pemilik rumah dan halamannya. Apalagi jika disetiap
sudut ruang mall ada larangan memotret. Kita tdk boleh seenaknya ambil
foto. Meski tidak semua mall dg jelas mengumumkannya. Namun, etika
jurnalistik membolehkan kita memotret rumah seseorang, kantor atau mall
jika mereka terlibat dalam sebuah kasus yang layak dan berhak untuk
diketahui publik. Misal layak dan berhak itu, jika sebuah
institusi/orang punya masalah yg dampaknya merugikan banyak orang,
katakanlah mall yg punya masalah dengan sistem pengolahan limbah yang
mencemari kampung sekitarnya. Kita dibolehkan mengambil gambarnya, atas
kepentingan publik.
Tips memotret orang:
1. Permisi, minta ijin (kalau perlu jgn perlihatkan dahulu kamera kita)
2. Ajak bicara apa saja sebelum memotret, bisa jadi akan ada inspirasi banyak saat kita bicara dahulu dengannya.
3. Sampaikan maksud anda saat mau memotret
4. Tunjukkan hasil foto saat itu (jika pake digital), untuk membuat mereka nyaman dan yakin dg kita.
5.
Catat kontak mereka, HP, alamat rumah dsb. Suatu saat kita dg mudah
akan menemukan mereka jika ada cerita yg relevan dg project foto kita
kelak.
6. Sampaikan terima kasih dan memohon maaf jika telah membuat mereka terganggu.
catatan:
jika setelah kita ajak bicara mereka menolak difoto, jelaskan kalau ini
untuk berita yg baik atau foto yg baik. Jika tetap menolak, hormati
mereka, masih banyak obyek foto lain.
sumber:mamuk ismuntoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar